1.
BILIRUBIN
Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah
merah yang tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan pada
cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan
meningkat. Sebagian dari bilirubin total termetabolisme, dan bagian ini disebut
sebagai bilirubin langsung.
Bila bagian ini mengingkat, penyebab biasanya di luar hati. Bila
bilirubin langsung adalah rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini
menunjukkan kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati.
Bilirubin
mengandung bahan pewarna, yang memberi warna pada kotoran. Bila tingkatnya
sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan gejala ikterus.
v Faal Hati yang sesungguhnya.
Hati
merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga perut bagian kanan
atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena merupakan regulator dari
semua metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai
komponen protein, pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang
sangat vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam
empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi)
hormon-hormon steroid seperti estrogen.
Pada jaringan
hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting dalam eliminasi
organisme asing baik bakteri maupun virus. Karena itu untuk memperlihatkan
adanya gangguan faal hati, terdapat satu deretan tes yang biasanya dibuat untuk
menilai faal hati tersebut. Perlu diingat bahwa semua tes kesehatan mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang berlainan, maka interpretasi dari hasil tes
sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
v Tes Faal
Hati
Karena faal
hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal hatipun beraneka ragam
sesuai dengan apa yang hendak kita nilai.
Untuk fungsi
sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan lemak biasanya diperiksa
albumin, masa protrombin dan cholesterol. Fungsi ekskresi/transportasi,
diperiksa bilirubin, alkali fosfatase. ∂-GT. Kerusakan sel hati atau
jaringan hati, diperiksa SGOT(AST), SGPT(ALT). Adanya pertumbuhan sel
hati yang muda (karsinoma sel hati), alfa feto protein. Kontak dengan virus
hepatitis B yaitu; HBsAg, AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan virus
hepatitis C yaitu; anti HCV, HCV RNA, genotype HCV.
Secara umum ada 2 macam gangguan
faal hati.
Peradangan
umum atau peradangan khusus di hati yang menimbulkan kerusakan jaringan atau sel hati. Adanya
sumbatan saluran empedu.
Aneka macam hasil tes faal hati yang
terganggu
Tes faal
hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang sistemik yang bukan
virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya ditandai dengan demam tinggi, myalgia,
nausea, asthenia dan sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan
SGOT, SGPT serta ∂-GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun
bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama
bila infeksi cukup berat.
Tes faal
hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis. Faal hati
seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat biasanya kurang
dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik, bilirubin dapat lebih
dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20 kali nilai normal.
∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali nilai normal, kecuali
pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi. Albumin/globulin biasanya masih
normal kecuali bila terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin
globulin dapat terbalik dan masa protrombin dapat memanjang.
Tes faal
hati pada sumbatan saluran empedu. Bilirubin direct/indirect
dapat tinggi sekali (>20 mg%), terutama bila sumbatan sudah cukup lama.
Peningkatan SGOT dan SGPT biasanya tidak terlalu tinggi, sekitar kurang dari 4
kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat sekali dapat lebih
dari 5 kali nilai normal. Kolesterol juga meningkat.
Tes faal
hati pada perlemakan hati (fatty liver). Albumin/globulin dan Bilirubin
biasanya masih normal. SGOT dan SGPT meningkat sekitar 2 sampai 3 kali nilai
normal demikian juga ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat sekitar ½ sampai
1 kali dari nilai normal . Kadar triglyserida dan kolesterol juga
terlihat meninggi. Kelainan ini sering pada wanita dengan usia
muda/pertengahan, gemuk dan biasanya tidak ada keluhan atau mengeluh adanya
perasaan tak nyaman pada perut bagian kanan atas. Pada kasus perlemakan hati
yang primer maka semua pertanda hepatitis C harus negatif.
Dalam keadaan patologik dapat dinyatakan adanya
bilirubin dalam urin. Jika urin dibiarkan sebagian kecil daripada bilirubin itu
berubah manjadi biverdin oleh oksidasi; perubahan itu mencepat oleh sinar
matahari.
Di antara banyak macam test untuk manyatakan adanya bilirubin dianjurkan:
A. Percobaan
busa
1.
Kocoklah
kira-kira 5ml urin segar dalam tabung
dengan kuat-kuat.
2.
Jika terjadi
busa kuning, itu tandanya bahwa bilirubin sangat mungkin ada.
Catatan :
Busa urin yang tidak mengandung bilirubun putih atau
sangat kuning muda. Percobaan busa ini sangat sederhana dan hanya memberikan
petunjuk saja. Sebaiknya dibenarkan dengan melakukan test yang lebih peka.
Test busa mungkin menjadi positif palsu pada
konsentrasi yang tinggi dan juga oleh obat-obatan seperti acriflavine dan pyridium.
B. Percobaan
Harrison
Bilirubin yang ada di dalam urin dipekatkan di atas kertas
saring dengan jalan mempresipitatkan fosfat-fosfat yang ada di dalam urin
memakai bariumchlorida dan bilirubin yang melekat pada presipitat itu.
Bilirubin yang telah dikumpulkan itu dioxidasi menjadi biliverdin yang hijau
dengan reagen Fouchet : asam trichloracetat 25g; aguadest 100 ml; buatlah
larutan kemudian tambahlah larutan ferrichlorida 10% 10 ml.
Cara
1.
5 ml urin yang
lebih dulu dikocok dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2.
Tambahkan 5 ml
larutan bariumchlorida 10%; campur dan saringlah
3.
Kertas saring
yang berisi presipitat di atas kerta saring itu
4.
Teteskan 2 – 3
tetes reagens Fouchet ke atas presipitat di atas kertas saring itu.
5.
Timbulnya warna
hijau menendakan adanya bilirubin.
C. Modifikasi
percobaan Harrison dengan potongan kertas saring.
Cara ini menggunakan potongan keratas saring berukuran
kira –kira 10 X 1 cm yang sangat tebal (
umpamanya Schleicher dan Schull no. 740 ) yang direndam beberapa lama di dalam
larutan jenuh bariumchlorida. Setalah kertas saring itu meresap larutan itu
kemudian dikeringkan dalam lemari panas dan disimpan sampai saat memakainya.
Cara
1.
Potongan kertas
saring dipegang pada salah satu ujungnya dan sebelah lain dimasukkan ke dalam
urin sampai kira – kira sepertiga dari panjangnya. Peganglah kertas dalam keadaan sepertiga terendam dari 30
detik sampai 2 menit.
2.
Angkatlah kertas
dan biarkan sampai menjadi agak kering.
3.
Teteskanlah
setetes reagen Fouchet pada kertas saring, tepat pada batas permukaan urin tadi
4.
Adanya warna
hijau berarti ada bilirubin.
Catatan
Warna urin sering telah memberi petunjuk tentang
kemungkinan adanya bilirubin. Karena bilirubin barubah menjadi zat –zat lain,
warna itu kemungkinan berbeda – beda; kuning tua, kuning campur hijau, coklat,
dsb
Bilirubin glukuronida adalah semacam zat yang tidak
tahan sinar matahari, zat itu pecah oleh proses oxidasi dan hidrolisis.
Simpanlah sampel urin pada tempat bebas sinar matahari langsung dan janganlah tunda – tunda pemeriksaan.
Dengan reagens Fouchet bilirubin dioxidasi menjadi
biliverdin yang hijau, tetapi di samping biliverdin mungkin sekali terjadi
hasil – hasil oxidasi lain juga yang lain warnanya: biru (bilisianin) atau
kuning (choletelin). Hanya jika terjadi warna hijaulah test dengan reagens Fuochet
dianggap positif. Meskipun dari intensitas warna dapat diduga konsentrasi
bilirubin, tetapi sukarlah untuk menilai hasil test secara semikuantitatif.
Untuk mengadakan perbedaan antara konsentrasi yang rendah dan yang tinggi,
boleh dipakai tanda + dan ++ saja.
Urin normal bereaksi negative pada percobaan ini.
D. Cara dengan
carik celup
Reaksi yang terjadi pada cara ini ialah reaksi diazotisasi antara
bilirubin dalam urin dan semacam senyawa diazo pada carik celup. Warna yang
terjadi pada reaksi itu ditentukan oleh jenis senyawa diazo yang dipakai,
sedangkan intensitasnya dapat manujukan banyaknya bilirubin secara terbatas.
Pakailah juga urin segar untuk diperiksa dengan carik
celup; bilirubin yang telah teroxidasi atau mengalami hidrolisis tidak dapat
lagi bereaksi dengan senyawa diazo.
2. Urobilin
Dalam urin segar praktis tidak ada urobilin, zat itu baru kemudian
timbul oleh oxidasi urobilinogen. Pada pemeriksaan terhadap urobilin sengaja ditambahkan
sedikit yodium sebagai larutan lugol (jodium 1 g; kaliumjodida 2 g; aguadest
300 ml) untuk menjalankan oksidasi itu.
Yang dipakai untuk menyatakan urobilin ialah reagens
Schlesinger, yaitu larutan zinkacetat atau zinkchlorida yang jenuh dalam alcohol
95%, (zink-acetat 10 g; alcohol 100 ml; kocok kuat –kuat dan biarkan bagian
yang tidak larut di dalam botol).
Jika ada bilirubin dalam urin zat itu harus di buang lebih dulu dengan
menambah calciumhidroxida padat kepada urin dan menyaringnya; pakailah filtrate
untuk percobaan.
Cara
Schlesinger
1.
Masukkanlah 5 ml
ke dalam tabung reaksi dan perhatikanlah apakah ada flurosiensi
2.
Kalau ada
fluorisiensi, maka urin itu tidak dapat dipakai untuk test terhadap urobilin,
karena akan menjadikan hasil test positif palsu. Lihatlah selanjutnya di bawah
3.
Kalau tidak ada
fluoresiensi, tambahlah 2 – 4 tetes larutan Lugol, campur dan biarkan selama 5
menit atau lebih.
4.
Bubuhilah 5 ml
reagens Schesinger, campur dan kemudian saringlah.
5.
Periksalah
adanya flurosiensi dalam filtrate; diuji
dengan cahaya matahari berpantul dengan latar belakang yang hitam.
6.
Adanya
flurosiensi hijau menandakan hasil positif yang dapat dinilai sebagai + atau
++.
Catatan
Bilirubin menganggu percobaan, maka itu harus dibuang
lebih dulu dengan cara yang sudah diterangkan.
Jika ada flurosiensi sebelum diberikan reagens
Schlesinger, mungkin hal itu disebabkan oleh zat –zat yang mempunyai daya
flurosiensi. Diantara zat – zat itu yang sering didapat ialah riboflavin dari
tablet multivitamin atau vitamin B – complex dsb,, flurosiensi ) dipakai
sebagai diagnostikum), eosin dan erythrosine (dipakai untuk mewarnakan gula –
gula), mercurochrome dan acriflavin.
Fluoresensi yang disebabkan oleh riboflavin dapat
dikenal dengan percobaan menurut Naumann yang diterangkan di bawah ini,
membedakan fluoresiensi oleh zat itu penting, karena riboflavin sering
dipergunakan sebagai obat.
Berlainan dari test terhadap urobilinogen, pada test
ini tidak dapat dipakai cara semikuantitatif untuk menilai hasilnya, meskipun
dari kerasnya flurosiensi dapat juga diduga konsentrasi urobilin . maka dari itu, hasil percobaan ini hanya dinilai
dengan ( - ), positif ( + ), dan positif ( + + ) saja. Urin normal akan
menghasilkan positif ( + ); jika didapat hasil negative ( - ) atau positif ( ++
), mungkin menunjukkan keadaan abnormal.
Karena itu juga, test terhadap urobilinogen dapat
memberi lebih banyak keterangan dari
test Schlesinger, jika kedua macam test dilakukan berdampingan dan dilihat
bahwa hasil test Wallace dan Diamond jauh lebih kuat dari hasil Schlesinger,
waspadalah akan kemungkinan salah satu macam derivet indol yang tadi disebut
dan yang membuat reaksi positif palsu pada test terhadap urobilinogen.
Test terhadap urobilin menurut Schlesinger masih juga
ada manfaat lain, yaitu jika terpaksa memeriksa urin yang tidak segar lagi.
Biarpun urin itu tidak lagi berisi urobilinogen, sehingga test menurut Wallace
dan Diamond menjadi negative, tetapi reaksi fluoresiensi kuat dengan reagens
Schlesinger memberi petunjuk bahwa semula mungkin ada banyak urobilinogen dalam
warna urin yang diperiksa.